Monday, August 18, 2008

Bedu in Beskap!


Budaya Jawa adalah sebuah gambaran budaya dengan tingkat matematis yang sangat rumit. Pernahkah anda menghitung berapa kali anda akan bersalaman di pernikahan ala Jawa?

Saya dikejutkan dengan adanya berita undangan dari seorang sepupu saya di awal akhir Juli bahwa ia akan segera melangsungkan pernikahan tepat pada tanggal libur kemerdekaan. Well, sebuah momen kebahagiaan plus akibat nasionalisme yang terlalu tinggi bukan? Hehe.. Selain itu, mungkin juga lebih memudahkan untuk mengingat tanggal anniversary-nya nanti. Saya terkejut bukan karena tanggal yang dipilih adalah 17 Agustus, tapi sepupu saya itu berumur sama dengan saya! Telah lulus menjadi sarjana teknik UGM, predikat cumlaude, dan memiliki prospek karir yang cerah. Lantas kenapa harus cepat-cepat menikah? Selidik demi selidik, ternyata ia harus melanjutkan studi di Belanda bulan September nanti. Pfiiuh.. Rajin banget!
Maka, tanggal itu telah resmi menjadi sebuah saksi pernikahan sepupu saya sekaligus lahirnya cucu presiden SBY. Humm, really great day! Bagaimana dengan saya? Saya belum mendapat gelar sarjana, masih belom dapet jodoh, eeh... udah main ditagih saja sama beberapa famili, “Kapan nyusul?”. Bulan Mei. Meibe bareng Mei Chan, meibi meihek-meihek. Hehe.. Meskipun resepsi dilaksanakan hari ini, tanggal 18 Agustus, tapi nih badan dari kemarin sudah kemana-mana. Mulai dari jadi fotografer dadakan (Kali ini pakai DSLR Nikon milik Adit, sepupu dari Palembang!), atau jadi pager bagus dan siap untuk berani mengambil tantangan mengenakan beskap! Kenapa saya mengatakan tantangan? Karena selalu ada saat pertama and it’s too ‘whaattt’ for me. Hehe.. Perlengkapan beskap ternyata meliputi kain batik, rompi putih, jas luar yang berpayet, stagen untuk perut, dilapisi lagi dengan kain yang lebih tebal, lalu semacam tali hias pada pinggang. Setelah itu ada blangkon, selop, dan tentu saja keris! Perasaan pertama yang dirasakan, keren juga nih pake ginian. Lalu, lama-lama perut anda semakin terasa sesak, langkah anda semakin sempit untuk melompat, lalu punggung anda juga tak bisa leluasa bersandar! (Ada keris gitu!). Belum lagi jika anda berhadapan dengan tugasnya untuk bersalaman dengan segala jenis tamu. Saya sih biasa tersenyum, mempersilahkan masuk sewaktu bekerja di warnet, tapi dengan basekap, anda akan lebih merasakan sensasi pegal-pegal dengan nikmat.
Saya jadi tertawa kembali melihat busana basekap yang rapi tapi dengan perilaku saya yang sedemikian rupa. Parahnya, hal itu terekam video ketika saya mencoba menari mengikuti musik keroncong dengan bodohnya menggunakan basekap tanpa sadar! Ouuch! Dan saya berhasil mendapatkan anugerah ‘Mirip Artis’ lagi dari beberapa famili. Setelah Dude Herlino, Ruben Onsu, kali ini mirip Bedu! Sial.. Well, sukses selalu for Vita and Iqbal. Semoga pernikahan kalian membentuk makna.

Teori Teddiouzz Today
Menikah muda. Apakah usia muda memiliki kesiapan yang rentan untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan? Saya anggap hal itu bukan menjadi kendala apabila memang keduanya telah memiliki suatu komitmen yang memang dapat dipertahankan. Namun, ketika saya melihat pada beberapa pasangan, komitmen itu selalu diawali dengan kuat, namun pada perjalanannya tidak diimbangi dengan tingkat keterbukaan atau bisa juga dikatakan kurangnya efektifitas komunikasi. Adanya penolakan beberapa sikap kecil dapat menjadi sebuah cap negatif besar. Hal ini yang nantinya menjadi ujian sesungguhnya tentang seberapa besar anda sanggup menerima pasangan anda dengan segala kekurangannya, kelemahannya, ketidaksanggupannya, ketidakmengertiannya, kebodohannya. Hal inilah yang sebenarnya dikatakan cinta.

Sunday, August 10, 2008

Traveling Oh.. Traveling : Part One


Membaca buku Naked Traveling (Trinity), seakan melihat abstraksi surga di tengah keadaan dompet yang pas-pasan.

Mungkin agak aneh juga, kenapa saya baru melihat buku ini di barisan rak toko buku. Padahal ini sudah cetakan yang kelima!! Kemana aja saya?? Well, bukan salah saya juga kalo ternyata tidak diletakkan di tempat yang strategis untuk dilirik. Humm, tapi meskipun begitu, kisah di dalam buku ini sangat mengesankan dan dapat menginspirasi (Yah, meski saya dapat halaman yang kebolak-balik. Hiks!). Bukan sekedar inspirasi jalan-jalan, nikmatin landmark plus objek wisata, hotel to hotel, atau mungkin ngerasain pengalaman baru saja. Tapi, terkadang inspirasi ini datang dari segi kultur. Bagaimana kita dapat tertawa keras ataupun ditertawakan oleh kultur itu sendiri. Kultur juga bukan melulu bicara tentang masyarakat, tapi mungkin juga dari segi modernitas dan intelijensitas. Door flush sensor ala Jerman atau sebuah potret bandara Samarinda akan membawa anda melihat sisi lain dari perjalanan traveling. Huahaha..
Bicara tentang traveling, rasanya pengen juga sedikit menceritakan apa yang telah saya jelajahi. Meskipun belum hinggap di Andorra, Cyprus, Maldives, Carribean hingga Palau, namun kalo ditilik dari kacamata Trinity, sepertinya saya dan dia memiliki sebuah ketertarikan yang sama soal orientasi destinasi. Hehe.. Pertama, saya suka dengan laut (Meskipun ironisnya gak bisa renang!) dan satu lagi, saya suka dengan daerah-daerah yang belum pernah terjamah oleh kebanyakan wisatawan (Meski rada parno juga kalo misal ketemu dengan kanibal!). But, those islands are cool.. Huff, kapankah saya menyusul? Well, daripada masuk ke dunia khayalnya si Ruben, langsung cerita aja lah!
Perjalanan traveling saya memang sudah jauh-jauh hari dilatih dari Samarinda menuju Magelang saat saya masih dalam kandungan. Biasa, setiap lebaran atau liburan, seringkali berujung untuk menjenguk nenek. Sebenarnya destinasinya tidak sesimpel itu. Biasanya dari rumah tuh naik travel selama 2 jam menuju airport Sepinggan di Balikpapan, mengudara selama 2 jam bersama pramugari dan pilot -terkadang transit di airport Juanda Surabaya- menuju airport Adi Sutjipto di Yogyakarta -sesekali juga pernah mendarat di bandara Adi Sumarmo Solo kalo gak dapet tiket- dan melanjutkan perjalanan selama 1 jam naik taksi ke Magelang. Total waktu 5 jam belum ditambah perpanjangan waktu check in, boarding pass, delayed, ngambil bagasi, ataupun ngantri taksi. Menyenangkan juga, namun dari ukuran usia saya dulu, perjalanan seperti itu lumayan panjang dan berakhir pada sesi tidur pulas. Dari jamannya Garuda Indonesia masih pake hiburan headphone plus tv mini, Sempati Air yang dulu main course-nya bisa diitung gak pelit seperti kebanyakan maskapai sekarang, tisu Merpati yang harumnya nyengat banget, hingga pada akhirnya mendapat kesempatan langka naik Bouraq untuk bisa merasakan gempa di atas awan. Yap, bukan lagunya Katon Bagaskara yang negeri di atas awan!
Yap, gempa ini mungkin sensasinya tidak seheboh gempa yang di Jogja dulu. Tapi, tetap saja gempa di atas awan menawarkan sesuatu yang beda. Jadi, diawali dengan awan mendung yang mencekam.. (Hallah!), dan tiba-tiba ada geluduk kecil serta disambung dengan goncangan-goncangan yang lumayan keras seperti pesawat yang tekanan udaranya hampir ilang. Jadi, bahasa ilmiahnya: pesawatnya naik-turun gak stabil dan disertai dengan ekspresi-ekspresi serba panik. Waktu itu, saya hanya duduk diam dan mungkin telah berpikir sedikit aneh karena mengira sensasi seperti itu seperti petualangan di tv-tv. Pramugaripun juga sudah ada di ujung koridor untuk menenangkan dan memberi tahu agar terus menggunakan sabuk pengaman serta informasi tentang masker oksigen apabila keluar dari atap kabin. Humm, untungnya (atau sayangnya?) tidak berlangsung lama dan tidak lantas aerophobia setelahnya. Tiba-tiba cuaca kembali cerah dan penerbangan selamat hingga tujuan.
Bicara airport memang tidak lepas dengan sindrom delayed. Paling bete nih, soalnya penerbangan sekarang sudah mulai membudayakan delayed. Lebih sering sih terjadi sewaktu naik Mandala. Delayednya gak jelas sampai jam berapa. Jadwal tiket jam 1, diumumkan diundur jam 2, eh tiba-tiba didelayed lagi hingga jam 3! Untungnya maskapai Mandala memiliki penumpang dengan tingkat kesabaran tinggi seperti saya. Huehe.. Dahulu usia SMP di bandara Juanda Surabaya, bukan delayed lagi judulnya, tapi cancel. Nah, cancel satu ini bukan perihal cuaca ataupun kerusakan mesin, tapi gara-gara kesalahan administrasi. Jadi, ceritanya kapasitas penumpang pada hari tersebut berjumlah 2 kali lipat di database dari yang seharusnya sehingga menyebabkan setengah penumpangnya diterbangkan esok pagi menggunakan pesawat pertama. Huff! Dan untungnya keluarga saya disingkirkan dari daftar hari itu. Mengapa? Karena setelah kejadian itu, pihak maskapai memberikan paket hotel berbintang di dekat bandara untuk menginap! Huehehe..

(Sorry, but must to be continue next time...)